Pages

Thursday, April 9, 2009

Batu dan AIDS Ternyata Serasi

0

Dari kecil, aku pengen banget camping ke gunung atau hutan. Aku pengen tau gimana rasanya hidup di alam tanpa membawa rumah kita (emang bisa?). Tapi yang jelas, aku nggak mau camping di pantai. Udah panas, basah pula. Terus gimana kalo ada tsunami? Emang, yang pertama itu biasanya yang terbaik, tapi untuk hal ini, aku nggak mau jadi korban pertama tsunami. Nggak akan dikenal banyak orang. Gimana nasib adik-adikku? Siapa yang nggantiin aku ngasi mereka makanan kucing setiap hari (Lho?). Tapi nggak apa. Mereka kan udah mandiri. Mereka bakal ngambil makanan kucing itu, dituang ke mangkok, dikasi susu Dancow, dan disantap sebagaimana layaknya cereal. Produk baru ini namanya Junkcat Cereals,karena setelah mencoba, tubuh anda akan serasa lagi maen jungkat-jungkit dengan Pretty Asmara (Promosi?). Setelah itu adik-adikku bakalan terkenal dikoran. Di koran tertulis : “Dua anak yang nggak jelas tampang dan maunya, mokad gara-gara nekat memakan produk gagal buatan Ghulam Mu’ammar.” Wow, aku juga ikut terkenal nih. Suatu kehormatan.

Kembali ke camping. Beberapa bulan yang lalu, keinginanku hampir tercapai. Bukan keinginanku untuk menjalankan bulan madu di toilet rumah Dokter Boyke (ya nggak mungkinlah), tapi keinginanku untuk camping. “Mau nge-camp di mana?” waktu aku nanya gitu, Farhan dengan wajah pendosa yang berlagak tak berdosa menjawab dengan santai : “Di genteng BAAK,”.

Oh, fuck. Udah terlanjur ngebayangin main jungkat-jungkit sama Ade Ray (kayaknya gak nyambung deh), ternyata camping-nya di tempat yang nggak elit, panas, basah kalo hujan (ya iyalah), trus berbahaya alias nggak aman. Bayangin aja, di genteng kampus itu bisa ngapain aja sih? Lagian, sebelum masuk area “camping”, kita harus bisa mengelabuhi mahasiswa-mahasiswa biadab dan satpam-satpam nggak tau diri itu. Belum ndiriin tenda udah letoy duluan. Seketika aku langsung menjawab, “Sarap lo.”

Akhirnya kita putuskan untuk nyari tempat camping lain. Besoknya, pagi-pagi banget, para Gentengers menjalankan aksinya. Rencana pertamanya, nggodain mbak-mbak yang lagi jogging. Karena nggak nyambung (banget) sama tujuan kita, rencana itu dibatalkan. Banyak tempat bagus yang kita temuin, diantaranya Taman belakang rektorat tepatnya didepan pasca sarjana. Tapi karena waktu itu lagi musim hujan, jadi tempatnya becek. Tempat itu nggak lulus audisi. Akhirnya, kita berjalan ke arah kolam di depan rektorat. Di sinilah petaka terjadi.

Sebelumnya, karena takut bosan, kita bawa bola, tentunya buat dimainin. Tapi, malangnya nasib Farhan, pas dia mau nendang bola, entah matanya yang bermasalah atau kakinya yang nggak mau nurutin otak, dia malah nendang batu nggak berdosa yang sedang melakukan perjalanan panjang dari Sabang ampe Merauke (ya gak lah). Kan kasian batunya (Lho?). Alhasil, kaki Farhan berdarah dan tentunya sakit gara-gara batu biadab itu. Sebenernya itu salah Farhan juga. Coba kalo dia nendang pantat Fahmi, bukan batu. Nggak akan kayak gitu jadinya. Ralat: Sama aja. Toh pantatnya Fahmi sekeras batu. Akhirnya Farhan dilarikan ke tempat yang (lagi-lagi) tidak tepat, ke kolam rektorat. Lalu Farhan mencoba meredam sakit dengan nyemplungin kakinya ke air kolam. Emang, waktu di dalem kerasa nggak sakit, tapi pas dikeluarin, astaganagakawin. Sakitnya minta kawin, maksudku sakitnya minta ampun. Akupun berlari pulang buat ngambil motor. Tau kan? Jarak rumah sama TKP lumayan jauh. Tapi, demi temanku yang nggak berguna, aku rela. Secara tak diundang dan tak dipacing dengan kentut, ide super goblok Fahmi muncul.

“Di oles lendir siput aja!” perintah Fahmi.

“Nggak, ah.” Jawab Farhan.

“Napa? Biar cepet sembuh.”

“Sembuh moyangmu! Yang ada malah aku kena AIDS, bego!”

Lalu Fahmi terdiam. Percakapan antara dua anak bego yang nggak jelas asal usulnya itu cuma diketawain ama Yasir. Mungkin satpam yang jaga di sekitar situ juga ngakak. Nggak lama, aku dateng bawa motor. Akhirnya Farhan aku anter pulang duluan. Pas nyampe di rumahnya, aku nanya soal camping.

“Gimana? Jadi camping?”

“Kayaknya tuhan berkehendak lain. Kakiku nggak bisa diajak nego.”

Oh, damn you bastard cursed motherfucker stone! Akhirnya camping batal gara-gara batu sial dan AIDS.

No Response to "Batu dan AIDS Ternyata Serasi"

Post a Comment