Pages

Sunday, May 3, 2009

Toilet = Studio Musik (?)

0

Udah lumayan lama aku nggak nulis blog. Ya, itu karena aku nggak ada ide. Maklumlah, aku baru anak smp yang pengalaman hidupnya juga baru sekecil kepala Fahmi waktu bayi yang gedenya sama kayak bola basket. Tapi, meski lama cuti, ternyata penggemar (baca: korban) blog-ku bertambah satu orang. Walau cuma satu tapi yang ini bisa memuaskan hati sang tersangka kalo berhasil ngerjain anak ini. Siapa lagi kalo bukan kloning gagal Raditya Dika, Mbip. Ya, di arsip sebelumnya aku nulis kalo dia boker dua kali di hari yang sama dan di tempat yang berbeda, toilet Tropical dan toilet sekolah. Entah udah berapa tempat yang di jelajahi sama dia, yang jelas dia udah ngalahin aku sama acil dalam urusan WC atau toilet. Kalo acil selalu kebelet (maaf) pipis pas aku mau ngajak dia ke toilet (singkatnya, dia selalu stand by buat tugas suci), aku selalu ngajak acil ke toilet waktu aku kebelet pipis. Bedanya, sebelum berangkat aku BAK (buang air kecil), setelah sampe di skolah aku ngajak acil buat BAK (lagi), istirahat, jam makan siang, dan waktu mau solat ashar aku melakukan hal yang sama. Sedangkan acil, dia hanya kebelet waktu diajak ke toilet. Artinya, kalo diurutkan: 1.Mbip, 2.Aku, 3.Acil.

Kembali ke Mbip. Aku yakin, dia udah banyak ‘bertengger’ di toilet berbeda. Seperti layaknya penyanyi ngetop, dia melakukan tour atau show di banyak kota. Bedanya, kalo penyanyi, dia melakukan show di tempat yang rame, meriah, dan dia mengeluarkan suara merdu untuk menghibur para penonton. Sedangkan Mbip, show-nya di tempat sunyi namun tidak tentram, sendirian, dan dia mengeluarkan suara aneh alias ngeden, yang asalnya nggak jelas dari mulutnya atau suara toilet yang nggak tahan menghadapi Mbip dan menghibur para kecebong-kecebong penghuni tetap toilet. Tapi pada dasarnya, buang air itu selalu menyisakan happy ending (itu kalo nggak mampus gara-gara overdosis diapet ama entrostop).

Setelah membaca arsip itu (entah kapan), hari senin waktu kita mau futsal, Mbip marah-marah, terus aku dibanting, ditonjok habis-habisan, kepalaku dibenturkan ke kepalanya Fahmi yang super keras hingga bocor dan aku pingsan, lalu aku diceburkan ke selokan , dan aku melihat para pemain WWF yang ternyata adalah korban sebelumnya. Oke, itu tadi nggak bener. Dia cuma marah biasa. Entah apa yang dirasakannya, yang aku lihat di wajahnya adalah keceriaan dan kebahagiaan. Aku paham, kalo semua orang yang menjadi bagian (baca: korban) blog-ku ini pasti bahagia. Ehm.

Sejak saat itu, aku berpikir untuk membentuk sebuah band beranggotakan Mbip, aku dan acil, yang mungkin namanya The Toileters, Toilet’s Stuff, atau My Chemical Toilets.Mbip maen bass, aku maen gitar, Acil maen gitar sambil nyanyi. Tapi mana drummernya? Aku putuskan untuk merekrut Mbah. Jangan salah! Meski dia nggak masuk ranking 3 teratas pengunjung toilet paling rajin, dia mempunyai semangat juang ’45-nya sebagai anggota paling penting dari toilet. Bukan yang nongkrong, tapi yang ditongkrongin. Ya, dialah klosetnya (huahahaha).

Tapi semua itu hanya mimpi. Seperti kata pepatah, “toilet tak bisa bernyanyi”. Alasannya yang pertama, suara acil waktu di toilet nggak merdu (sama sekali). Kedua, gayung nggak bisa dibuat maen gitar ama bass. Dan yang paling terakhir, Mbah terlalu mencolok sebagai ‘nyawa’ dari sebuah toilet. Mungkin ini bakal jadi salah satu impian super goblok di catetanku: mengubah toilet menjadi studio musik.

No Response to "Toilet = Studio Musik (?)"

Post a Comment